Saturday, 29 September 2018


PANDANGAN PSIKOANALISIS DALAM MOTIVASI PENYEBARAN BERITA HOAX DI MEDIA SOSIAL

by : Rizki Mulyadin



“jiwa manusia akan tetap abadi baik diusahakan maupun tidak diusahakann keabadiannya, tinggalkan kesan yang baik dan jejak abadi yang bermanfaat dalam hidupmu walaupun tubuhmu tidak hidup di alam dunia”

            Kebutuhan manusia akan berita dan informasi merupakan suatu bentuk adaptasi terhadap lingkungan dan peristiwa sebagai respon penyesuaian dalam hidup. Berita yang didengar ataupun dibaca menuntut setiap orang untuk mengambil sikap dalam memberikan tanggapan ataupun menerima sebagai asumsi yang tanpa pembuktian. Seseorang yang menulis suatu berita berusaha meyakini orang lain dengan apa yang disajikannya sebagai fakta yang tidak diragukan. Budaya mempengaruhi dan dipengaruhi ini sudah menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Demi menjaga kelangsungan hidupnya, manusia harus saling percaya satu sama lain dalam mengembangkan kerjasama. Karena kerjasama terbentuk karena adanya kepercayaan. Orang-orang yang percaya akan berita palsu secara tidak langsung sudah bekerja sama dengan penyebarnya karena kepercayaan membawa pada kerja sama.
            Pergeseran makna percaya ini memberikan ruang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menyebarkan isu untuk mengacaukan konsep pikiran, menciptakan konflik dalam kelompok, serta ketidaknyamanan publik. Jika belajar dari Nabi Ibrahim as, Beliau berusaha mencari kebenaran dengan cara berpikir dan proses pembuktian dalam menemukan Tuhan, tidak serta merta menerima apa yang dilihatnya sebagai suatu kebenaran. Jika Nabi Ibrahim as mempercayai apa yang dilihatnya pertama kali, maka Nabi Sulaiman sudah menyembah matahari. Disinilah perlunya proses berpikir dan proses membuktikan dalam menganalisis masalah yang sering terjadi.
            Penyebaran berita hoax (bohong) bukanlah sebagai masalah baru yang terjadi di Indonesia. Berbagai macam redaksi berita baik tentang perilaku (behavior), ucapan, dan tindakan objek yang tidak sesuai dengan fakta; yang menjadi pembahasan dalam berita, menyebar dalam merusak nama baik objek tertentu. Berdasarkan data Kemkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika), ada 800.000 situs penyebar berita hoax dan ujaran kebencian di Indonesia (cnn Indonesia). Hal ini sangat mengancam kesatuan masyarakat Indonesia saat ini.
            Jumlah penduduk Indonesia pada Juli 2017 tercatat sebanyak 262 juta jiwa (tribunjogja.com), jika jumlah tersebut dibagikan dengan situs hoax maka akan tertera hasil 327.5 jiwa. Jadi satu situs hoax berusaha memengaruhi 327.5 orang Indonesia. Jika pertumbuhan situs semacam ini tidak dicegah, tidak menutup kemungkinan bahwa situs hoax akan lebih banyak dari jumlah penduduk di Indonesia atau mungkin satu orang akan dipengaruhi lebih dari satu situs hoax setiap kalinya. Hal ini kedepannya dapat menjadikan masyarakat tidak ilmiah dalam menerima suatu informasi yang benar, dalam artian masyarakat akan mengkonsumsi berita palsu tanpa proses filterisasi kebenarannya.
            Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Negara Repblik Indonesia Komisaris Besar Rikwanto melalui pesan pendek kepada wartawan, dia menjelaskan, pelaku penyebar hoax bisa terancam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Dalam pasal tersebut berbunyi, “setiap orang yang sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar”. (tempo.co)
            Dari uraian di atas, dengan pertumbuhan situs hoax yang semakin bertambah walaupun ada Undang-undang yang membatasi dan memberikan efek jera bagi pelaku, tidak mampu meminimalisir penyebaran berita hoax. Semakin hari semakin bertambah seakan tidak ada batasan dan hukuman akan hal itu.
Sangat menarik sekali untuk dibahas mengapa seseorang berlomba-lomba menuliskan berita kebohongan dan ujara kebencian walaupun secara sadar mengetahui konsekuensi dari perbuatannya itu. Terlepas dari baik dan buruknya berita hoax ini, ada alasan tentang keabadian jiwa manusia dalam menulis di masa hidup yang memotivasi untuk menyebarkan berita palsu ini.  Secara motivasi dan psikoanalis, ini sedikit banyak dapat penulis jelaskan melalui sentuhan sisi psikologis manusia dalam menulis berita hoax.

 Psikoanalis
Wade et al (2016), psikoanalisi adalah sebuah teori kepribadian yang menekankan pada motif serta konflik tidak sadar. Freud mengemukakan bahwa jiwa manusia memiliki tiga daerah kesadaran, yakni daerah sadar (conscious), daerah pra-sadar (preconscious), serta daerah tak sadar (unconscious) (Irawan, 2015: 70). Topografi kesadaran ini digunakan untuk mendeskripsikan setiap peristiwa mental, seperti berpikir dan berfantasi. Struktur kesadaran tersebut diantaranya yaitu:
  • Sadar
Daerah sadar (conscious) berisi semua hal yang dicermati manusia pada saat tertentu. Akan tetapi, hanya sebagian kecil saja kehidupan mental (pikiran, perasaan, persepsi, dan ingatan) yang termasuk daerah ini. Stimulus ini hanya bertahan dalam waktu singkat di daerah sadar, lalu segera tertekan masuk ke dalam daerah prasadar ataupun tak sadar. (Irawan, 2015:70)
  • Prasadar
Daerah prasadar (preconscious) menjadi jembatan penghubung antara daerah sadar dan daerah tak sadar, isi daerah prasadar berasal dari daerah sadar dan tak sadar dengan syarat-syarat tertentu. Pengalaman yang ditinggalkan oleh perhatian semula disadari, tetapi kemudian tidak lagi dicermati sehingga akan ditekan masuk ke daerah prasadar. (Irawan, 2015:70)
  • Tak Sadar
Daerah tak sadar (unconscious) adalah bagian paling dalam dari struktur kesadaran. daerah ini juga menjadi bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotesis, melainkan kenyataan empiris. Daerah tak sadar berisi insting, impuls (gerak hati), drives (dorongan hati) yang dibawa dari lahir, serta pengalaman traumatis yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar. Isi daerah tak sadar memiliki kecenderungan kuat untuk terus bertahan dalam ketidaksadaran. Pengaruh daerah tak sadar dalam mengatur tingkah laku manusia sangat kuat, tetapi hal itu tidak disadari. (Semiun, 2006: 55).
 Kode Etik Jurnalistik
Hamzah Ya'qub, (1990:95) etika adalah sebuah studi tentang fomiasi nilai-nilai moral dan prinsip-prinsipbenar dan salah. Insan jumalis mengungkapkan bahwa pers berfungsi sebagai alat menyebarluaskan informasi, melakukan kontrol sosial konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat, dan meluaskan komunikasi sosial dan pastisipasi masyarakat. Untuk menjamin akurasi dan objektivitas dari setiap fakta yang sajikan memerlukan buku panduan etika (Ethic Handbook) sebagai jalan mewujudkan seorang jurnalis yang profesional. Artinya, seorang jurnalis, khususnya wartawan, tidak bisa lepas dari tanggung jawab etika dan moral. Wartawan wajib menjalin hubungan baik dengan narasumber atau sumber berita (Daulay, 2008: 302).
Dengan tujuan memajukan jurnalisme Indonesia di era kebebasan pers. Lebih jelasnya menurut Ermanto (2005:167-168), tujuh butir kode etik wartawan Indonesia tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh inforrnasi yang benar.
2.      Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identilas kepada sumber informa
3.      Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4.      Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.      Wartawan Indonesia tidak boleh menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi kawartawanannya.
6.      Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
7.      Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.

             Pembahasan
            Kesadaran manusia akan hidup yang sementara dan mengalami kematian membuat siapapun takut untuk menghadapinya. Ketakutan ini membuat jiwa manusia merasa gelisah karena hakikatnya jiwa manusia itu abadi. Jiwa dalam kesadaran (pikiran) mengendalikan dengan penuh agar meninggalkan jejak supaya tetap abadi di dunia walaupun badan yang bersifat materi sudah tidak ada di dunia. Salah satu yang membuat manusia abadi di dunia ialah menulis, agar tetap dikenang di dunia dan tetap kekal. Dalam hal kepenulisan, dikenal jargon ialah “menulis adalah bekerja pada keabadian” siapapun yang menulis akan abadi dalam kehidupan.
            Semua ilmuwan di dunia ini, termasuk ilmuwan dan tokoh Psikologi tanpa meninggalkan jejak dalam kepenulisan tidak akan dikenal dalam kehidupan selanjutnya. Para professor maupun doktor juga menulis disamping kegiatannya yang lain karena melekatnya gelar-gelar tersebut dalam namanya tetapi ada alasan lain yang tidak terungkapkan. Ketidaksadaran manusia mendorong agar meninggalkan jejak ketika hidup di dunia ini. Sebagaimana dituliskan dalam kajian teori bahwa peran ketidaksadaran manusia sangat besar dalam kehidupan namun sangat susah untuk diketahui.
            Adanya loncatan kehidupan manusia pada saat ini karena diciptakannya mesin ketik dan mesin cetak dalam peradaban hidup manusia. Sehingga manusia seterusnya hanya perlu mengembangkan dari apa yang sudah ditemukan orang terdahulu tanpa mencari tahu kembali dari awal apa itu pengetahuan. Tulisan memberikan manfaat begitu besar dalam kehidupan manusia.
            Dilihat dari perspektif psikoanalis, menulis berita ini merupakan suatu tindakan dalam daerah kesadaran, yang menjadi kegiatan mencurahkan pikiran, perasaan serta gagasan di atas kertas. Adanya produk menulis berita hoax (palsu) merupakan peran ketidaksadaran dalam mendukung misi jiwa dalam keabadian. Ketika seseorang menulis sebuah berita hoax, sekejap namanya akan dikenang dan menjadi buah bibir dalam masyarakat akan hal itu. Dalam diri manusia, akan terjadi konflik ketidaksadaran yang memengaruhi tatanan kesadaran dalam memproduksi suatu jejak keabadian. Para penulis berita hoax tidak peduli apakah yang ditulis ini sesuai dengan fakta atau dapat merusak tatanan kesatuan yang terpenting namanya (jiwa) dikenang. Walaupun alasan ini tidak terucapkan dalam lisan, tetapi ini merupakan peran ketidaksadaran dalam meninggalkan keabadian. Mengapa ketidaksadaran sulit diketahui, karena ketidaksadaran selalu menginginkan keabadian dan mengarah pada hal gaib sehingga sulit untuk diketahui oleh manusia.
Jiwa manusialah yang akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan di hadapan sang pencipta, yang salah satunya dalam psikoanalisis adalah ketidaksadaran yang bersifat kasat mata (insting, dorongan, serta perjalanan hati). Dalam Islam, orang yang abadi namanya serta amalnya apabila meninggalkan tiga hal yaitu: anak yang sholeh, amalan jariyah, dan ilmu yang bermanfaat. Ternyata dalam Islam untuk meninggalkan jejak dalam keabadian melalui proses kesadaran, karena dari tiga hal di atas merupakan produk dari kesadaran. Pada saat ketidaksadaran berperan dalam menciptakan keabadian tidak mampu dikendalikan oleh kesadaran, maka ketidaksadaran akan banyak menciptakan sesuatu yang negatif.
Kekejaman para kaum komunis dapat diketahui masyarakat sekarang secara detail karena dituliskan sejarahnya. Secara ketidaksadaran, para kaum komunis sudah mendapatkan keabadian jiwa (nama) dalam kehidupan di dunia. Jiwa manusia selalu mencari cara agar tetap abadi. Ketika motivasi manusia dalam bertindak buruk, maka yang akan dikenang dikemudian hari juga merupakan keburukan.
            Dapat dikatakan bahwa para penyebar berita hoax tidak mampu mengendalikan konflik ketidaksadarannya dalam menciptakan keabadian secara sadar (proses berpikir) dalam mempertimbangkan konsekuensi akan hal tersebut. Yang disalahkan bukanlah gejolak ketidaksadaran akan tetapi kemampuan manusia dalam mengolahnya yang kurang. Peran motivasi dalam tindakan untuk meluruskan ketidaksadaran ini dapat membantu agar tindakan tidak mengarah pada hal buruk. Pada saat tindakan dilakukan atas motivasi meraih ridho Allah SWT, maka tidak akan ada perbuatan yang menjauhkan diri dalam meraih ridho-Nya.
            Pada saat menulis berita hoax, seseorang tidak berpikir bagaimana untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT dalam perbuatannya tetapi menuruti ego yang tidak mampu dikendallikan secara tepat. Kembali lagi yang terpenting nama (jiwa) ini abadi bagi manusia seterusnya, tidak peduli apakah bermanfaat atau menyatukan umat. Setiap tindakan manusia merupakan ibadah, tidak ada perbuatan yang tidak dinilai ibadah. Namun, ketika perbuatan keluar dari sesuatu yang sudah ditentukan maka akan mendapatkan balasan karenanya. Disinilah peran motivasi dan kesadaran (pikiran) untuk tetap menjaga ketidaksadaran tetap dalam koridor dan batasan yang telah ditentukan.
            Seperti sedikit banyak diuraikan di atas bahwa jiwa akan bertanggung jawab dihadapan Sang Pencipta atas perbuatan di dunia. Jika perbuatan di dunia buruk maka jiwa akan mendapatkan siksaan atas keabadiaan didunia yang ditempuh dengan cara yang negatif. Hal ini karena ketidakmampuan manusia dalam mengendalikan peran ketidaksadaran.
            Dalam menciptakan keabadian dalam hal menulis, lakukanlah dengan motivasi memberikan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain agar jiwa kita abadi dengan cara yang benar. Setiap dorongan ketidaksadaran harus kita lalui dengan proses kesadaran dalam mempertimbangkan manfaat bagi orang lain. Jika tidak ada sesuatu yang baik untuk dituliskan maka lebih baik diam dan mencari jalan lain dalam meninggalkan jejak seperti amalan jariyah.
            Pada saat kita tidak mengetahui secara benar apa yang terjadi pada orang lain, maka jangan mencari kesempatan untuk meninggalkan jejak dalam tulisan karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Budayakan masyarakat yang ilmiah yaitu masyarakat yang menguji kebenaran dalam segala hal baik penulis dalam melihat kejadian maupun pembacanya dalam memahami bacaan.
            Dapat disimpulkan bahwa peran ketidaksadaran dalam hidup manusia sangat besar sekali, tetapi keberadaaan ketidaksadaran ini tidak disadari oleh manusia. Karena ketidaksadaran ini dekat dengan sesuatu yang ghaib (kasat mata) seperti: insting, perjalanan hati dan dorongan; sehingga hal ini bukan merupakan urusan manusia tetapi urusan Sang Pencipta.
Para penyebar berita hoax ialah mereka yang tidak mampu mengendalikan aktivitas ketidaksadaran dalam hidupnya. Ketika hal ini terjadi, maka keabadian akan diraih dengan sesuatu yang buruk seperti menyebarkan berita bohong. Menulis berita hoax ini merupakan peran ketidaksadaran dalam meraih sesuatu yang dikenang sepanjang hidup.
            Para penyebar berita kebencian ini tidak mempedulikan rusaknya tatanan kehidupan dalam masyarakat karena yang terpenting hanyalah menulis untuk abadi. Orang-orang yang seperti ini merupakan orang yang berperilaku bukan untuk mendapatkan Ridho Allah SWT tetapi hanya untuk eksistensi yang bersifat menipu.

Editor : Bernas Wiraning

Rujukan    
Angga Purnama. “Hinga Juli 2017, Jumlah Penduduk Indonesia Bertambah Jadi 262 Juta Jiwa Lebih”. 22 Mei 2018.
Didi Purwadi. “Ada 800.000 Situs Pentebarhoax Di Indonesia”. 22 Mei 2018.
Daulay, Hamdan. (2008). Kode Etik Jurnalistik Dan Kebebasan Pers Di Indonesia Ditinjau Dari Perspekstif Islam. Vol. XVII, No. 2
Djamarah, S. B. (2002). Psikologi belajar. Jakarta: rineka cipta
Irawan, E. N. (2015). Pemikiran Tokoh-Tokoh Psikologi Dari Klasik Sampi Modern. Yogyakarta: IRCiSoD
Lubis, Mochtar. (1978). Wartawan Dan Komitmen Perjuangan. Jakarta: Balai Pustaka
Maslow, Abraham. (1984). Motivasi dan Kepribadian. Jakarta: PT. Gramedia
Mulya H. A. dan Indrawati E. S. (2016) Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan Stress Akademil Pada Mahasiswa Tingkat Pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Empati vol. 5 (2).
Rezki Alvionitasari. “Mabes Polri: Penyebar Hoax Diancam Hukuman 6 Tahun Penjara”. 22 Mei 2018.
 Sarwono, S. W. (2017). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
 Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian Dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarte: Kanisius.
 Sobur, Alex. (2016). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia
 Wade et al. (2016). Psikologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga
 Ya'qub, Hamzah. (1989). Publisistik Islam Sebuah Pengantar Bagi Penulis Pemula. Bandung: Remaja Rosda karya.

No comments:

Post a Comment