Saturday, 29 September 2018


Aku Seorang yang Takut?
By : Rizki Mulyadin



            Rasa takut secara umum dipersepsikan oleh masyarakat sebagai suatu keadaan negatif yang membuat seseorang membayangkan penderitaan. Banyak orang menghindari rasa takut dan berusaha mendekati kesenangan dengan melakukan hal-hal yang mengantarkan pada situasi senang tersebut. Rasa takut merupakan keadaan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan eksternal maupun internal, ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri manusia untuk mengimbangi ego dan superego.
            Ketika individu tidak bisa mengontrol mekanisme pertahanan diri ini, maka berkemungkinan akan menimbulkan keadaan misalnya ketakutan secara berlebihan yang sering dikenal sebagai phobia. Ibnu Sina (Irawan, 2015) mengatakan bahwa keadaan atau kecenderungan seseorang pada masa lalu (melankolia) adalah sumber dari curiga dan phobia. Kecenderungan masa lalu (takut) secara berlebihan kemudian menjadi mania (kecanduan secara berlebihan). Dari teori Ibnu Sina ini bisa dipahami bahwa phobia berasal dari pembelajaran dari orang terdekat. Phobia bukanlah emosi bawaan atau diwariskan secara genetis, artinya seorang anak terlahir dari rasa bebas dan kosong (tabula rasa) dari phobia. Seorang anak menjadi phobia karena mendapatkan pembelajaran baik secara pengalaman maupun intelektual dari lingkungannya yang kemudian terekam dalam kognitifnya.
            Dalam ilmu kognitif, seorang menjadi takut karena dia sudah mengetahui bahwa sesuatu itu bersifat membahayakan, ini merupakan salah dampak dari pembelajaran tadi, bahkan cenderung menggiring persepsi anak-anak untuk takut pada sesuatu yang bahkan tidak harus ditakuti. Tatkala kita pernah melihat film atau membaca kisah Tarzan hidup di hutan dengan binatang buas, di mana rasa takutnya dengan binatang tersebut? Ini menunjukkan bahwa sumber ketakutan kita banyak berasal dari orang-orang di sekitar kita. Lalu bagaimana dengan anak yang tumbuh tanpa adanya rasa phobia tetapi phobia-nya tumbuh pada saat terjadinya sesuatu (misalnya: setelah kecelakaan pesawat), apakah ini dari pembelajaran? Phobia seperti ini bisa penulis katakan sebagai melankolia dan mania dalam pemikiran Ibnu Sina.
            Sesuai dengan bagian awal dari tulisan ini, penulis ingin memberikan pemahaman lain terhadap rasa takut, bahwa takut itu sesuatu yang baik sebagai mekanisme pertahanan diri, yang salah itu ketakutan secara berlebihan. Rasa takut timbul karena adanya pembelajaran, mereka memberikan gambaran penderitaan ketika mendekati objek tertentu sehingga menjadi rasa takut. Orang-orang di sekitar kita hanya membentuk dan mengarahkan kita pada kesenangan dan tidak memperkenalkan pada penderitaan. Bagaimana seseorang bisa membedakan yang putih jika tidak mengetahui yang hitam, artinya keduanya memiliki porsi yang sama antara positif dan negatif dalam kehidupan.
            Hampir semua karya dalam seni dan filsafat lahir dari imajinasi penderitaan (negatif). Epos Ramayana dan Mahabarata merupakan cerita yang menggambarkan penderitaan. Drama Romeo dan Juliet ingin mengkomunikasikan penderitaan dua remaja. Dalam riwayat hidup Budha Gautama yang dihadapkan dalam relief  pada dinding candi Borobudur kita melihat juga adanya penderitaan (Sukidin dkk, 2003). Rasa takut akan penderitaan juga dapat mengaktifkan imajinasi kita untuk menciptakan sebuah karya.
            Kemudian rasa takut juga dapat menumbuhkan rasa kasih sayang juga cinta. Paul Ekman (Sarwono, 2014), mengemukakan bahwa ada enam bentuk emosi dasar yaitu:
            Emosi dasar                                                                Emosi lain
  • Marah                                                                          Penerimaan                            
  • Takut                                                                           Kasih Sayang
  • Sedih                                                                           Agresi
  • Bahagia                                                                       Tak Pasti
  • Jijik                                                                             Terganggu
  • Minat                                                                           Tak Peduli                  
             Seseorang belajar karena dia takut akan kebodohan sehingga mendorongnya untuk cinta membaca. Seorang remaja takut pasangannya pergi maka dia harus menjaganya. Persepsi sosial, cinta sesuatu yang menyenangkan, manusia tidak selalu merasa puas terhadap sesuatu yang menyenangkan, jadi cinta dapat berkhianat karena sifatnya menyenangkan. Lalu takut  merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan, tidak ada manusia yang ingin memperluas ketidaksenangan sehingga takut bersifat statis. Jadi, takut adalah dasar dari cinta dan cinta adalah dasar dari berkhianat.
            Dalam beberapa hal takut lebih bermanfaat dibandingkan cinta. Tulisan ini hanya pandangan yang mungkin bisa dianggap keliru dari penulis, oleh karena itu penulis berharap ada kritikan dari pembaca serta saran yang membangun.

 Editor : Bernas Wiraning

                                                                                                           

No comments:

Post a Comment