Saturday, 29 September 2018


Mahasiswa Rawan Stress?
by : Elita Ratini



Depresi dan stress seringkali dianggap sama, yaitu kondisi dimana seseorang merasa tertekan dan merasa terbebani dengan kondisi yang ia alami. Nyatanya depresi dan stress adalah dua hal yang berbeda. Depresi adalah kondisi terganggunya mood dan emosional secara berkepanjangan yang melibatkan proses berpikir, berperilaku dan berperasaan yang pada umumnya muncul karena hilangnya harapan ataupun perasaan yang tidak berdaya (Rice PL: 1992), sedangkan stress adalah suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins: 2001).
Stress sendiri adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosianal, kognitif dan perilaku (Robert S. Feldman (1989)), dengan kata lain stress adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
Stress dan depresi acap kali dialami orang-orang yang sering mengalami gejolak di lingkungan sekitar. Dalam aspek mahasiswa, menurut Archer dan Carrol (2003), mengatakan bahwa kompetisi dan kebutuhan untuk tampil, dapat menyebabkan stres bagi mahasiswa. Penyesuaian dalam kuliah, kehidupan sosial dan tanggung jawab pribadi merupakan bagian tugas yang juga menakutkan bagi mahasiswa. Kesulitan tugas pada mahasiswa dapat menjadi sumber stres yang utama. Stress yang dialami mahasiswa adalah stress yang berpotensial baik dalam bidang akademis maupun dalam bidang psikologisnya.
Penelitian Widuri (1995), Siswanto (2002), dan Lerik (2004), mengungkapkan bahwa sumber stres yang biasanya dihadapi oleh mahasiswa, yaitu; (1) tingginya tuntutan akademis, semisal sulitnya bahan mata kuliah dan sempitnya deadline, (2) perubahan tempat tinggal yang mengharuskan hidup secara mandiri dan mengatur biaya hidup, (3) pergantian teman baru sehingga membutuhkan penyesuain dalam diri secara emosi, (4) perbedaan budaya dengan tempat asal, (5) penyesuain dengan jurusan yang dipilih untuk yang sesuai atau cocok akan merasa mudah dalam mengikuti, sedangkan yang merasa tidak cocok akan menimbulkan masalah-masalah secara emosional, (6) mulai memikirkan masa depan dan karir yang akan dijalani setelah lulus dari jurusan yang dipilih.
Keadaan stress jika dibiarkan terus-menerus akan berakibat buruk, oleh karenanya diperlukan berbagai cara untuk meredakan kondisi stress terutama untuk mahasiswa. Selain terapi secara psikologis ternyata dengan berpikiran positif mampu meredakan gejala stress.
 Berpikir positif merupakan suatu keterampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan. Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan subjek mengalami proses pembelajaran keterampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami. Limbert (2004) dari penelitiannya menyimpulkan bahwa berpikir positif mempunyai peran dapat membuat individu menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif. Dengan berpikir positif individu mampu memupuk rasa optimis dalam menghadapi masalah yang datang baik dari dalam diri maupun dari luar.

 Editor : Bernas Wiraning

Rujukan
Kholidah, Enik Nur. Berpikir Positif untuk Menurunkan  Stres Psikologis . JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 39, NO. 1, JUNI 2012: 67 – 75 . Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Very Julianto, Subandi . Membaca Al Fatihah Reflektif Intuitif untuk Menurunkan Depresi dan Meningkatkan Imunitas . JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 42, NO. 1, APRIL 2015: 34 – 46 . PS Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta




No comments:

Post a Comment