Tuesday, 28 August 2018

WASPADA!!! LGBT BISA MENYERANG SIAPA SAJA

by : Heldan 


Sepanjang masa perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa, kebutuhan seseorang tidak selalu dapat terpenuhi dengan lancar. Seringkali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif dan keinginan. Sebuah kebutuhan atau keinginan bisa disebut nafsu dalam Al-Qur’an. Nafsu bisa dikendalikan dan juga mengendalikan. Terkadang nafsu juga timbul saat kita makan berlebihan.  Allah berfirman dalam Q.S Thaha ayat 81: Makanlah dan jangan melampaui batas, dan Q.S Al-Baqarah ayat 168: Makanlah dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Dapat disimpulkan di sini bahwa Allah SWT menyuruh kita untuk tidak menuruti nafsu.

Dalam sebuah kajian ta’lim  Ust. Adi hidayat pada Hari Kamis, 19 Januari 2018, ahli neuropsikologi, Ihsan gumilar Ph.D bercerita tentang kisah seseorang laki-laki yang  hafiz 30 Juz berumur kurang lebih 22 tahun, namun ia mempunyai kelainan dalam dirinya. Suatu ketika, lelaki itu menangis kemudian ditanya oleh temannya, “Kenapa kamu mengangis? Kamu takut hafalan kamu berkurang?”. Ia pun menjawab, “Saya itu dari keluarga islami. Semenjak kecil saya dididik dengan nilai-nilai sangat islami sampai saya hafal 30 Juz. Saya sebagai seorang hafiz mengerti tentang ayat-ayat Al-Qur’an, akan tetapi saya itu menyukai seorang laki-laki”. Kejadian tersebut bisa terjadi dalam berbagai hal seperti lingkungan, pendidikan, cara berkawan, dan lebih membahayakan yaitu media sosial. Ihsan mengatakan bahwa di zaman sekarang, handphone yang ada di tangan kita itulah pintu masuk utama orientasi seks anak-anak kita. Begitu pula yang terjadi dengan hafiz tersebut. Hal itu bermula saat ia tak sengaja melihat pop up yang tidak layak dilihat. Memang awalnya itu hal yang wajar, namun hal tersebut muncul kembali dan akhirnya muncul rasa penasaran untuk melihat hal tersebut. Ihsan mengatakan, “Manusia itu punya nafsu walaupun ia seorang hafiz. Ketika ia kehilangan kontrol, di situlah setan masuk untuk mendorong munuju  ke neraka atau hidupnya menjadi sulit.”

Pada dasarnya, emosi terlalu tinggi dan tidak bisa dikendalikan menyebabkan seseorang akan melakukan hal-hal di luar nalar. Hal itu akan mengunci otak bagian depan, otak depan itulah yang mengatur tindakan-tindakan rasional. Jadi, dalam kehidupan jagalah hidup kita dengan melihat, mendengar, berbicara, dan melakukan hal-hal lain yang baik. Jangan turuti nafsu. Salah satu cara agar kita bisa terkendali yaitu selalu ingat kepada Allah.


Monday, 27 August 2018


Upgrading Skill Perdana Psikologi Tingkatkan 
Keterampilan “EO” Mahasiswa

Foto Bersama Peserta Upgrading Skill 
‘Event organizing’’ dengan Pemateri


PSYNEWS – DEMA-F Psikologi pada Sabtu (25/08), menggelar kegiatan Upgrading Skill (Peningkatan Keterampilan) di Psychomovie Fakultas Psikologi. Acara ini merupakan Upgrading Skill yang pertama diselenggarakan dengan mengambil tema “Event Organizing”. Kegiatan yang khusus diperuntukkan bagi mahasiswa psikologi ini menghadirkan pemateri dari kalangan dosen psikologi sendiri, yaitu Fuji Astutik yang memiliki banyak pengalaman dalam menyelenggarakan suatu kegiatan atau acara. Peserta yang hadir hanya dibatasi 20 orang selain delegasi LSO dan tidak dipungut biaya sama sekali. Sesuai dengan nama dan temanya, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa psikologi dalam menyelenggarakan suatu kegiatan organisasi. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu membuat suatu kegiatan atau acara di organisasi mahasiswa dengan baik dan tepat sasaran.
Mahasiswa Psikologi diharapkan mampu membangun kegiatan-kegiatan organisasi secara maksimal karena memiliki kelebihan dalam hal wawancara dan observasi dibandingkan jurusan lain, sebagaimana dipaparkan Fuji Astutik selaku pemateri. Wawancara dan observasi merupakan dua hal penting untuk merencanakan sebuah kegiatan. Ketika merencanakan sebuah kegiatan secara umum, Mahasiswa psikologi diharapkan mampu menspesifikasikan kegiatan tersebut secara detil. Semakin detil suatu acara direncanakan, maka akan semakin terarah dan mudah untuk dikontrol resikonya. Fuji  juga menambahkan bahwa kemampuan melihat peluang di setiap keadaan sekitar secara detil mampu memberikan inspirasi untuk mengedakan event-event tertentu.
Pada saat merencanakan sebuah kegiatan besar, melakukan riset pada kegiatan-kegiatan sebelumnya sangat penting demi keberhasilan sebuah acara. Sebelum suatu kegiatan terlaksana dengan baik, ada rentetan proses yang cukup panjang yang direncanakan oleh anggota. Oleh karena itu, Fuji  menghimbau kepada para mahasiswa agar selalu menerima tantangan dalam hidup untuk melatih keterampilan pribadi.
Para peserta kegiatan terlihat begitu antusias mendengarkan materi-materi yang disampaikan secara menarik oleh pemateri. Hal ini juga disampaikan oleh Rima, mahasiswa psikologi angkatan 2018.
“Acara ini sangat menarik sekali, apalagi untuk mahasiswa baru seperti saya yang pertama kali mengikuti kegiatan seperti ini. Acara ini sangat bermanfaat bagi saya untuk memulai terjun ke dalam kegiatan organisasi kedepannya,” ucapnya. (26/08)

Reporter : Rizky Mulyadin, LSO Jurnalistik Paradise Pers
Editor      : Yuni Hadziqoh


KULIAH PERTAMA SEBAGAI PEMBENTUKAN KESAN TERBAIK

by : Rizky Mulyadin




           
Hari Senin kemarin, tepatnya tanggal 20 Agustus 2018, sebagian besar mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang memulai perkuliahan kembali. Bagi saya, perkuliahan perdana di kampus Ulul Albab ini sudah saya tempuh tiga kali selama tiga semester. Biasanya satu minggu pertama masuk kuliah merupakan kuliah perdana bagi banyak mata kuliah. Saya merasakan sendiri selama tiga kali kuliah perdana ini para dosen ada yang memenuhi tugasnya dan ada yang tidak. Dalam artian, tidak adanya peningkatan kehadiran pada kuliah pertama oleh para dosen terlepas dari ketidaktahuan para mahasiswa atas halangan kenapa mereka tidak mampu hadir.

Kita sebagai mahasiswa, utamanya mahasiswa psikologi, seharusnya mengetahui bahwa banyak penelitian dalam ilmu yang kita pelajari adalah berasal dari hewan. Dari sini, saya ambil contoh pada anak bebek. Anak bebek mengikuti induknya bukan karena bawaan sejak lahir, namun karena kehadiran induknya pada saat telur menetas. Kehadiran induk bebek ini untuk memberikan kesan perhatian pada anaknya sehingga muncullah rasa nyaman dan percaya untuk anak bebek selalu mengikutinya.

 Jika diaplikasikan dalam perkuliahan, maka kehadiran dosen pada hari pertama merupakan peristiwa yang penting untuk memberikan kesannya pada mahasiswa walaupun pemunculan kesan pertama ini bisa muncul di minggu berikutnya. Tidaklah mengherankan jika pada hari pertama perkuliahan tidak langsung melakukan kuliah aktif melainkan pengenalan antara dosen dengan mahasiswa dan pengenalan secara umum pembahasan mata kuliah selama satu semester kedepannya. Biasanya seluruh mahasiswa (bukan hanya mahasiswa psikologi) bisa membentuk kesan pertama mereka sendiri terhadap dosen pembimbingnya dari cara pengenalan dirinya dan terutama penetapan penilaian dari dosen kepada mahasiswa. Informasi bagaimana karakter dosen pembimbing bisa mahasiswa ketahui di hari pertama perkuliahan, misalnya seperti ketegasan, humoris, atau serius.

            Kembali pada contoh anak bebek tadi, ketika induknya tidak berada di sampingnya maka suara jeritan untuk memanggil induknya akan terdengar. Begitu pula ketika pembimbing atau dosen tidak ada ketika kesempatan membentuk kesan pertama ini ada, mahasiswa seringkali merasa bimbang dan putus semangat karena kesan pertama sangatlah berarti.  

            Kemudian muncul yang lain lagi, yaitu ketika ada mahasiswa yang tidak hadir di hari pertama perkuliahan ketika dosen pembimbing hadir. Biasanya yang muncul adalah rasa kaget dalam artian mahasiswa yang tidak hadir di hari pertama ini telah melewatkan kesempatan pembentukan kesan pertama dari dosen di hari yang sama. Jadi, di hari pertama perkuliahan dosen telah memberikan kesan pertamanya kepada mahasiswa sedangkan ada beberapa mahasiswa yang tidak hadir di kesempatan pada hari itu menjadi kaget di minggu selanjutnya karena ia melewatkan kesempatan pembentukan kesan dari dosen di minggu sebelumnya.

            Tulisan ini hanyalah pengalaman pribadi penulis atau mungkin beberapa mahasiswa lainnya. Inti dari tulisan ini hanyalah pesan bagaimana pentingnya kehadiran di hari pertama perkuliahan, pernah saya mendengar mahasiswa mengatakan bahwa hari pertama itu tidak penting karena hanya ada kontrak kuliah dan tidak ada kegiatan belajar mengajar. Argumen ini menurut saya sebenarnya keliru karena pemahaman emosional antara dosen dan mahasiswa dan pembentukan kesan pertama yang sudah mereka lewatkan.
           




Wednesday, 22 August 2018







Saat ramai kau ada, saat sepi kau ke mana?
Tertawa bukan berarti bahagia
Menangis bukan juga sedang berduka
Melihat ada tapi seperti hampa
Mengenang bukan hanya bujukan agar tidak lupa
Indah bisa dikata penjelasan sebuah rasa
Hadir saat hati sedang berbunga
Gugur saat rasa mulai jadi omongan belaka
Kata yang dirangkai sedemikian rupa
Jadi penikmat pembujuk lara
Omong kosong yang lupa begitu saja
Akan jadi sebuah makna dari pertanda
Pertanyaannya, untuk apa hal itu ada?


11 Juli 2018
Raja Ibadiyasysyakur






Kenyataan adalah pemulaan dari kehidupan
Perumpamaan dari narasi pejalanan seseorang

Apa bisa di kata, hidup adalah pilihan yang di hadapkan
Pilihan kenyataan merupakan celah untuk menuju masa depan

Sampai kapan itu akan terjadi?
Sampai tujuan yang diinginkan ada di depan

Selingan ego dan pilihan membuat perpecahan
Karena perspektif diri dan ideologi yang di tanamkan

Ini bukan masalah perbedaan, tapi sudut pandang yang berbeda jadi permainan
Tapi sudahlah, mungkin itu adalah micin untuk penikmat obrolan

Betul katanya bakal jadi kenangan
Tapi jadikan itu sebagai pantokan untuk perjalanan ke depan
Membuat perbedaan bersatu di masa depan


18 Januari 2018
Raja Ibadiyasysyakur


MENANAMKAN NILAI-NILAI MORAL DAN AGAMA PADA ANAK USIA DINI
Oleh : Elita Ratini


Anak merupakan cerminan dari orang tua. Anak perlu memiliki moral dan perilaku yang baik untuk bisa diterima di lingkungan masyarakat. Selain itu, anak merupakan generasi penerus dari keluarganya. Sebagai generasi penerus, setiap anak perlu mendapat pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat berkembang dengan pesat, tumbuh menjadi manusia yang memiliki kepribadian tangguh, dan memiliki berbagai macam kemampuan serta keterampilan yang bermanfaat. Penanaman moral dan karakter pada anak akan mencapai maksimal pada usia dini. Pada masa itu anak akan sangat mudah dibentuk dan diatur sesuai dengan karakter yang diinginkan oleh orang di sekitarnya. Anak usia dini mengalami perkembangan yang paling cepat dalam berbagai aspek termasuk aspek agama, moral, sosial, intelektual, dan emosi. Perlakuan pendidikan yang diberikan pada usia dini diyakini akan terpateri kuat di dalam hati dan pikiran anak yang masih jernih. Jika anak dididik dengan baik, diberi contoh yang baik, dan dibiasakan hidup dengan nilai dan karakter yang baik, maka mereka cenderung menjadi orang yang baik, berpikiran positif, dan berbudi mulia. Peran orang tua sangat besar dalam membangun dasar moral dan agama bagi anak-anaknya, tetapi peran guru dalam mengembangkan moral dan agama pada anak juga mempengaruhi bagaimana anak akan bersikap di lingkungan sosial. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Republik Indonesia, 2003).
Lalu bagaimana mengenalkan pentingnya bermoral dan beragama pada anak usia dini ? Pada dasarnya, anak usia dini memiliki dunia yang penuh dengan kesenangan untuk pengembangan diri.  Sebagian besar waktunya semestinya diisi dengan belajar melalui berbagai jenis permainan di lingkungan sekitarnya. Pada usia 0-6 tahun, anak belajar bersikap melalui orang-orang disekitarnya terutama dari orang tua, yang mana pada usia tersebut sangat rentan untuk membentuk karakter anak dalam berperilaku. Pada usia praoperasioanal atau sekitar usia 2-6 tahun, anak mengenal sesuatu melalui bahasa dan yang bersifat simbolis. Anak akan sangat mudah mengingat suatu peristiwa atau suatu pelajaran melalui sImbol-simbol yang memudahkan mereka untuk mengingat peristiwa dan pelajaran. Pada usia tersebut anak mudah meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa disekitarnya, sehingga untuk menanamkan moral dan perilaku yang positif pada anak, para orang tua harusnya memberi contoh yang riil dalam berperilaku, bukan hanya dari nasehat dan larangan-larangan. Selain moral dan perilaku positif, anak juga memerlukan moral agama yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan masa mendatang dan yang menentukan apakah kehadiran mereka diterima oleh lingkungan sekitar atau mendapat penolakan.
Pentingnya penanaman moral dan agama pada anak sejak usia dini adalah untuk menjadi filter dan benteng diri sendiri agar tidak mudah terpengaruh hal-hal yang merusak. Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral dengan tujuan membentuk watak atau karakteristik anak, salah satunya ialah Lickona (1992). Pandangan Lickona tersebut dikenal dengan educating for character  atau pendidikan karakter/watak untuk membangun karakter atau watak anak. Dalam hal ini, Lickona mengacu pada pemikiran filosofi Michael Novak yang berpendapat bahwa watak atau karakter seseorang dibentuk melalui tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan prilaku moral (moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap karekter anak pun dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. Melalui tiga aspek terbebut, dapat dilihat bagaimana karakter yang dimiliki seorang anak dan bagaiaman moral yang telah ditanamankan pada anak tersebut.
Lalu bagaimana mengenalkan agama pada anak yang masih dalam usia bermain? Ditinjau dari tujuan pengembangan nilai agama pada diri anak, salah satu caranya ialah dengan meletakkan dasar-dasar keimanan dengan pola takwa kepada-Nya dan keindahan akhlak, cakap, percaya pada diri sendiri, serta memiliki kesiapan untuk hidup di tengah-tengah dan bersama-sama dengan masyarakat untuk menempuh kehidupan yang diridhai-Nya. Selain itu, pengenalan agama pada anak bertujuan untuk menanamkan rasa cinta kepada-Nya, membiasakan anak-anak untuk beribadah kepada-Nya, membiasakan perilaku anak di dasari oleh nilai-nilai agama. Mengenalkan agama pada anak tidak harus dengan paksaan dan harus sesuai dengan syariat. Tetapi bisa diawali dengan mengenalkan ciptaan-ciptaan-Nya dan mengenalkan aturan-aturan Islam sesuai dengan usia anak. Dengan membiasakan mengawali kegiatan dengan berdoa, mengenalkan kuasa Allah. Selain pengarahan-pengarahan tersebut, anak juga memerlukan contoh yang riil yang mendukung kegiatan anak dalam pengenalan agama.
Pengenalan agama yang salah pada anak akan menyebabkan sudut pandang yang salah pada anak. Memaksa anak untuk beribadah dengan benar dan tepat tanpa adanya contoh dapat mengakibatkan anak merasa bahwa agama adalah sebuah paksaan dan mereka akan melaksanakan ibadah bukan karena kewajiban tetapi karena adanya hukuman dari orang tua apabila si anak tidak melakukannya. Dengan  mengenalkan aturan-aturan kaidah fiqih pada anak dengan cara paksaan dan harus sama dengan semestinya, itu akan menyebabkan anak berpikiran bahwa agama adalah peraturan yang mengekang sehingga mereka akan mencari jalan lain untuk menghindari peraturan tersebut.


DAFTAR RUJUKAN
Rizki Ananda, Jurnal Obsesi Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman  19 – 31, Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini ; Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. 
Moh. Fauziddin,  Jurnal PAUD Tambusai Volume 2 Nomor 2 (2016) Halaman 8 – 17, Pembelajaran Agama Islam Melalui Bermain pada Ank Usia Dini (Studi Kasus di TKIT Nurul Islam Pare Kebupaten Kediri Jawa Timur) ;  STKIP Pahlawan Tuanku Tambusai.
Slamet Suyanto, Pendidikan Karakter untuk Anak Usia Dini ; Universitas Negeri Yogyakarta.
Wawancara, narasumber Inda Shulkah.


Tuesday, 21 August 2018



Tinggalkan Putih Abu-abu, Mahasiswa Baru Psikologi Antusias Jalani Kuliah Pertama


PSYNEWS – Senin kemarin (20/08), mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Malang memulai kuliah perdana mereka. Ini merupakan hal baru bagi mereka, dari yang sebelumnya mereka duduk di bangku sekolah dengan mengenakan seragam “putih abu-abu”, kini mengenakan pakaian bebas rapi sesuai gaya fashion mereka. Para mahasiswa baru Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang terlihat sangat antusias dalam mengikuti perkuliahan.
Zulfani, mahasiswa baru asal Tegal menuturkan bahwa ia belum terbiasa dengan suasana kampus di mana dalam satu kelas berisi mahasiswa perempuan dan laki-laki. Zulfani merupakan alumni pesantren yang  hanya terdiri dari kaum perempuan saja. Zulfani juga mengatakan bahwa dalam setiap pelajaran harus benar-benar memahami apa yang dijelaskan oleh dosen, karena sangat berbeda pada saat ia masih berada di masa SMA. Dulu, sang  gurulah yang memberi materi pelajaran, sedangkan sekarang ia yang harus menggali sendiri materi apa yang sudah dijelaskan oleh dosen dan mencari tambahan materi.
Meskipun Zulfani juga mempunyai kegiatan di ma’had dan PKPBA, ia mengaku dapat menjalankan semuanya tanpa merasa terbebani. Hal ini dikarenakan ia sebelumnya sudah terbiasa tinggal di Pondok Pesantren. Zulfani sangat yakin jika ia bisa membagi waktunya antara perkuliahan reguler, PKPBA, maupun kegiatan di ma’had. (21/08)

Reporter : Vina Anjarsari
Editor     : Yuni Hadziqoh